Mengharapkan dan Meminta THR: Kebiasaan yang Harus Dihentikan
Setiap musim lebaran, ada satu fenomena Yang sering terjadi: anak-anak [...]

Setiap musim lebaran, ada satu fenomena Yang sering terjadi: anak-anak Meminta THR. Bukan sekadar menerima dengan sopan ketika diberi, tetapi benar-benar menagih, seolah itu hak wajib mereka. Ada yang terang-terangan meminta, bahkan ada yang kecewa jika jumlahnya tidak sesuai harapan. Sungguh miris melihat pola pendidikan anak seperti ini. Memalukan.
Budaya yang Dibentuk oleh Orang Dewasa
Fenomena ini bukan hanya tentang anak-anak, tetapi juga bagaimana lingkungan mendukung Kebiasaan ini. Sejak kecil, anak-anak diajarkan bahwa lebaran adalah momen untuk mendapatkan uang dari orang tua, saudara, kakek-nenek, dan siapapun yang mereka temui. Banyak orang tua bahkan menganggap ini sebagai hal lucu, hal baik, hal ini dan itu—padahal tanpa disadari, mereka sedang menanamkan pola pikir materialistis, konsumtif, bahkan mental pengemis sejak dini.
Dampak Buruk: Materialisme Sejak Kecil
Lebih parahnya, uang yang dianggap datang dari THR ini juga sering kali menjadi ajang perbandingan. Anak-anak yang mendapat lebih banyak merasa lebih unggul, sementara yang mendapat sedikit bisa merasa kurang beruntung. Hal ini secara tidak langsung mengajarkan mereka bahwa kebahagiaan diukur dari uang, bukan dari nilai-nilai kebersamaan dan berbagi. Kebahagiaan hanya bisa didapatkan dari luar diri, padahal kebahagiaan seharusnya diciptakan sendiri, bukan bergantung pada orang lain, apalagi mental materialistis.
Makna Lebaran yang Sebenarnya
Lebaran seharusnya bukan tentang transaksi uang, melainkan tentang transaksi komunikasi, hubungan inter-persona keluarga, kebersamaan, saling memaafkan, dan berbagi kebahagiaan dengan cara yang lebih bermakna. THR seharusnya diberikan dengan niat tulus, bukan karena tekanan sosial atau tuntutan dari anak-anak yang didorong oleh dukungan orang tua. Jika boleh berbicara jujur, tolol sekali orang tua model begini.
Mengubah Kebiasaan, Mulai dari Sekarang
Sebagai orang dewasa, kita bisa mulai mengubah kebiasaan ini. Jangan membiasakan anak untuk meminta THR. Jika ingin memberi, ajarkan mereka untuk menolak. Jikapun terpaksa diterima, ajarkan mereka menerima dengan sopan dan penuh rasa syukur serta terima kasih. Lebih dari itu, tanamkan nilai bahwa kebahagiaan lebaran tidak diukur dari seberapa tebal amplop, tetapi dari momen kebersamaan dan kehangatan keluarga. Saling menerima perubahan, kelebihan, dan kekurangan dari sanak saudara dalam momen berbahagia.
Tanpa amplop, kesopanan, rasa syukur, dan terima kasih itu juga tetap Harus ada. Dikasih ya syukur, enggak ya gpp aku baik baik saja.
Mengubah pola pikir ini memang tidak mudah, tapi jika ingin membangun generasi yang lebih menghargai makna sebenarnya dari lebaran, perubahan harus dimulai sekarang.